ULTRA VIRES DAN INTRA VIRES
DALAM UNDANG UNDANG PERSEROAN TERBATAS INDONESIA
Pasal 2 jo Pasal 15 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) dengan tegas menyatakan bahwa maksud dan tujuan dari pendirian Perseroan Terbatas (“PT”) adalah syarat utama yang harus dimuat dalam anggaran dasar dan semua kegiatan PT harus sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar.
Direksi PT dalam kegiatannya menjalankan usaha PT, baik ketika menentukan vision, mission maupun guideline objective PT, haruslah disesuaikan dengan maksud dan tujuan yang termuat dalam anggaran dasar dan tentunya berdasarkan suatu kebiasaan bisnis dan dengan tujuan supporting the business line, Direksi boleh bahkan wajib untuk melakukan kegiatan penunjang maksud dan tujuan dari PT tersebut, misalnya untuk industri otomotif adalah pembelian mesin-mesin penunjang produksi dan warehouse untuk produk yang dihasilkan, hal inilah yang biasanya disebut perbuatan intra vires.
Bagaimana dengan ultra vires, Black’s Law Dictionary menjelaskan sebagai berikut : “An act performed without any authority to act on subject. Acts beyond the scope of the powers of a corporation, as defined by its charter or laws of state of incorporation. The term has a broad application and includes not only acts prohibited by the charter, but acts which are in excess of powers granted and not prohibited, and generally applied either when a corporation has no power whatever to do an act, or when the corporation has the power but exercises it irregularly. Acts is ultra vires when corporation is without authority to perform it under any circumstances or for any purpose. By doctrine of ultra vires a contract made by a corporation beyond the scope of its corporate powers its unlawful. Ultra vires act of municipality is one which is beyond powers conferred upon it by law.”
Jadi jelas bahwa isi anggaran dasar, haruslah dijabarkan secara seksama dalam suatu business guideline objective (“BGO”) berupa policy PT dengan berpedoman kepada anggaran dasar. Ultra vires dapat terjadi bukan hanya karena kelalaian “menafsirkan” isi anggaran dasar dan BGO, namun juga karena adanya unsur “memanfaatkan” kesempatan dari Direksi untuk melakukan suatu vested interest.
UUPT memang mengatur mengenai perlindungan terhadap Direksi dengan menentukan prosedur persetujuan RUPS untuk perbuatan tertentu (Pasal 102 UUPT) atau persetujuan komisaris (Pasal 117 UUPT) untuk perbuatan tertentu lainnya, dan pasal-pasal ini biasanya ditransfer ke dalam anggaran dasar PT. Selain itu kelalaian atas perbuatan yang bersifat ultra vires diatur dalam Pasal 97 UUPT, dimana Direksi bertanggung jawab sampai harta pribadinya, bahkan dapat dituntut pidana.
Berdasarkan hal-hal diatas dalam suatu PT penting diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Perlu suatu penjabaran lebih lanjut atas anggaran dasar PT, seperti misalnya vision, mission, guideline objective, activities plan baik jangka panjang maupun pendek PT yang disahkan/disetujui oleh RUPS. Dengan demikian hal yang bersifat intra vires akan lebih terinci dan jelas.
- Perlu disosialisasikan sikap “prudence” atau kehati-hatian, baik dalam tindakan hukum PT sebagai kreditur maupun debitur, dengan cara selalu meminta anggaran dasar dari badan hukum pihak lainnya, agar dapat segera diketahui siapa yang berwenang dan apa saja kewenangannya. Kemudian apakah kegiatan usahanya tercantum dalam maksud dan tujuan perusahaan di anggaran dasar PT .
- Sikap profesionalisme yang harus dimiliki oleh Direksi PT. Dengan selalu menanamkan konsep dan prinsip “fiduciary duties” dengan berdasarkan kepada prinsip duty of skill and care, duty of loyalty serta no secret profit rule- doctrine of corporate opportunity.
Dr. Rudi Agustian Hassim, S.H., M.H.
Managing Partner RAH & PARTNERS LAW FIRM